Singkong Setan

Singkong Setan


Mali memakai pakaian serba gelap beserta penutup kepala ala maling.

.

Dari bagaimana tempo napasnya, ia terlihat kelelahan dan susah bernapas. Bagaimana tidak? Mungkin sudah satu jam berlalu sejak ia bermain kejar-kejaran dengan beberapa belas orang.

.

Ia celingukan ke kiri-kanan, merasa aneh sejak beberapa saat lalu. Ketika langkah kakinya menginjak hutan terlantar yang letaknya tak jauh dari lokasinya beraksi, para pengejar berhenti dan suasana malam terasa semakin dingin.

.

Lokasi ini adalah baru baginya. Jika bukan karena lokasi sebelumnya yang sudah tidak aman untuknya mencuri, ia tidak mau repot-repot mengunjungi kampung ini.

.

Akan tetapi, mungkin keberuntungannya memang sedang susut, ia ketahuan dan dikejar massa. Jika bukan karena hasil curiannya yang cukup memuaskan, ia mungkin akan berpikir untuk berhenti dari profesi detik itu juga.

.

Bagaimanapun, mencuri jaman sekarang sudah lebih sulit.

.

Mali menghentikan pandangnya pada kebun singkong yang ada di depannya.
.

"Gak nyangka. Ada juga orang bodoh yang berkebun di tengah hutan begini tanpa meninggalkan penjaga."

.

Ekspresi wajahnya dipenuhi kerakusan. Seperti yang ia katakan, meski kebun singkong itu luas, ia tidak dapat menemukan satu pun tanda-tanda adanya penjaga. Tidak orang maupun hewan seperti anjing.

.

"Hehe, hasil hari ini benar-benar tidak buruk. Seperti yang pepatah katakan 'perlu pahit untuk merasakan manisnya rasa'. Tak hanya berhasil mendapatkan sekantung uang dan perhiasan, bahkan tambang telah tersedia di depanku."

.

Ia dengan rakus menuju ke tengah kebun dan dengan susah payah mencabut salah satunya.
.

"Hoah susahnya. Tapi ... hehe, sudah sebesar-besar ini," tukasnya dengan mata bersinar. "Jika kupanen semuanya ... berapa banyak uang yang bisa kudapat?"
.

Ia mulai menghitung di dalam kepalanya. Semakin ia memikirkan, semakin kerakusan tampak di wajahnya.

.

"Hehe.. hehehe!"
.

Ia tertawa seperti orang bodoh. Tapi, pada saat itu ia tiba-tiba terdiam. Wajahnya menjadi kaku dan matanya tebelalak.

.

"Perasaan apa tadi?" gumamnya. "Kenapa tiba-tiba terasa dingin banget begini...."
.

Ia kembali celingukan ke kiri-kanan. Berpikir mungkin ada bongkahan es yang turun dari langit.

.

"Aneh," gumamnya lagi.

.

Ia merasa untuk sesaat yang lalu, udara sekitar terasa sangat dingin. Namun kembali normal sesaat setelahnya. Berpikir itu mungkin halusinasinya, ia kembali memokuskan pandangnya pada singkong. Dan, dengan ayunan pisau di tangan kanannya, salah satu batang buah terpotong.

.

Mali mengembalikan pisau ke kantungnya. Kemudian, dengan tangan kanannya ia mengambil itu. Akan tetapi, pada saat itu sesuatu terjadi.

.

".....!!"

.

Mali mencoba untuk berpikir positif, namun udara terasa lebih dingin dari yang sebelumnya. Tidak hanya itu, meski ia tak ingin mengakuinya, bulu kuduknya sudah berdiri.

.

"Hei ... jangan bilang-!"

.

Ia bergumam ragu-ragu, namun kemudian suara yang terdengar seperti wanita tua mencapai telinganya. Samar dan jauh.

.

"Kembalikan anakku! Pencuri! Kembalikan anakku!"

.

Mali terdiam kaku di tempat. Jika ia masih tidak mampu mengetahuinya setelah apa yang terjadi, maka IQnya perlu dipertanyakan.

.

Pada saat ia ingin berlari, sesuatu yang aneh terjadi di tangan kanannya.

.

"Sialan!" umpatnya.

.

Sekuat apapun ia berusaha, singkong di tangan kanannya tidak bisa terlepas.

.

"Anakku! Kembalikan anakku! Dasar pencuri!"

.

Suara wanita itu terdengar semakin dekat dan jelas. Meski Mali tidak melihat apapun di sekitarnya, detak jantungnya menjadi semakin cepat.

.

"Ah! Apa-apaan singkong sialan ini!"

.

Ia sudah tidak menghiraukan sebuah singkong yang tidak bisa lepas dari tangannya dan berlari keluar dari kebun singkong.

.

Tapi, di luar akal sehatnya, tidak peduli berapa jauh pun ia berlari, ujung kebun tidak pernah terlihat. Di lain sisi suara wanita itu semakin dekat.

.

Meski merasa putus asa, Mali terus berlari. Hingga akhirnya, sebuah suara lain terdengar. Itu tampak seperti laki-laki tua. Agak serak dan berat.

.

"Itu kau! Kau pencurinya! Dasar pencuri! Mati mati mati kau!"

.

Mali berhenti sejenak ketika ia mendengar suara itu. Tidak seperti suara wanita yang membuatnya ketakutan, suara laki-laki tua ini meninggalkan rasa krisis dan teror.

.

Ia berlari kembali, namun hanya beberapa langkah setelahnya sebuah malapetaka terjadi.

.

Tidak tahu dari mana asalnya, lubang berdiameter satu meter dengan dalam enam meter muncul di bawah kakinya. Tanpa sempat berbuat sesuatu, tubuh kurus Mali jatuh ke lubang.

.

Jeritan mengenaskan dapat terdengar dari lubang itu.Dengan terbaring menghadap ke atas, Mali dapat merasakan tulang kaki dan beberapa bagian lainnya patah.

.

Matanya terbelalak dan mulutnya ingin berteriak 'tolong!' tapi yang dapat dikeluarkannya hanyalah rintih kesakitan.

.

"Mati! Mati! Mati! Dasar pencuri! Kau pantas mati! Mati!" ucap suara wanita.

.

"Mati! Hahaha! Mati! Kau harus mati dan menjadi pupuk untuk anak-anak kami! Mati kau pencuri! Mati!" tambah suara laki-laki.

.

Otak Mali menjadi kacau. Menahan rasa sakit luar biasa yang tubuhnya terima, ia berusaha melihat pemilik suara itu.

.

Ia tahu bahwa pemilik suara tersebut kemungkinan besar hantu dan yang mereka teriaki mungkin bukan dirinya. Tapi, kata-kata terakhir si suara lelaki tua membuatnya menyadari sesuatu. Dari awal, target mereka adalah dirinya.

.

Di atas lubang tempat Mali terbaring dua siluet kecil mengapung di udara. Tubuh siluet itu terbuat dari singkong dan tangan berasal daun singkong. Di bagian atas tangan siluet itu, senyum terpampang. Seram, jahat juga keji.

.

""Hehehihihi~!""

.

Ingatan terakhir yang Mali miliki adalah tawa ngeri sepasang Singkong Setan sebelum sekumpulan tanah mulai menghujam dan menguburnya hidup-hidup.

[The End]

Posting Komentar

Request Artikel bisa di lakukan di Komentar ini maupun Fanspage

Lebih baru Lebih lama