Jubah Merah

 JUBAH MERAH

Aku sangat suka membaca dongeng dan mendengarkan lagu, genre yang aku suka biasanya yang sedikit horror, santai dan cinta. Ya begitulah kehidupanku di rumah saat ini, yang meskipun ada nenek yang perlu kurawat disini. Aku menemukannya di suatu tempat kemarin ketika sedang mencari bahan makanan di pasar dan nenek itu ketakutan melihatku ketika bertemu dengannya disana, aku tidak tahu kenapa … jadi aku menolongnya karena mungkin saja nenek itu tersesat dan hilang di pasar jadi aku membawa pulang dia lalu merawatnya.

Sesampainya di rumah nenek itu ketakutan sambil memanggilku, “iblis berbulu” aku sama sekali tidak mengerti maksud dari perkataannya. Jadi aku membungkam mulutnya dengan cara menarik lidahnya lalu kupotong dengan kuku dan matanya kubutakan dengan menusukkan kedua jariku. Jadi dia pun hanya mengerang dan hal itu sudah membuatku merasa nyaman.

Aku tidurkan nenek itu di kasurku dan mengikat tubuhnya supaya tidak bergerak, aku melihat nenek itu sudah bahagia sepertinya karena dia hanya mengerang saja. Sore pun datang dan rumahku menjadi sedikit gelap, memang rumahku ini sangat kurang cahayanya jadi aku hanya butuh cahaya alami seperi kunang kunang atau bulan purnama.

Aku mulai lapar dan beranjak dari tempatku membaca buku ke ranjang tempat nenek itu yang sepertinya masih tidur. Aku memanjatkan doa sambil menatap nenek dengan tersenyum menyeringai lalu kurobek bajunya dengan tanganku hingga dia telanjang badan, lalu kuiris perutnya dengan kukuku dan merobeknya.

Ketika aku merobek perutnya nenek itu mengerang keenakkan, jadi aku melanjutkannya dengan mengambil lambungnya lalu makan dengan lahap hingga darahnya mengalir, lalu setelah selesai makan lambung aku melanjutkan dengan memakan organ dalam lainnya sambil mendengar celotehan nenek yang mengerang keenakan, ketika lagi asyik menikmati tubuhnya dan mendengar lantunan suara erangan yang mengenakkan hati.

Tiba tiba saja aku mendengar pintu rumahku yang digedor gedor dari luar, aku berhenti makan dan mencoba mendengarkannya lebih seksama karena di luar sedang hujan deras jadi aku tidak terlalu bisa mendengar suaranya gedorannya. Jadi aku berhenti makan dan menyimpan kasur beserta nenek itu di dalam kulkas penyimpanan dan aku bekukan. Lalu aku mencuci muka dan tanganku, setelah selesai aku menghampiri pintu depan dan melihat dari jendelaku yang terbuka sedikit. Aku melihat ada perempuan muda yang membawa keranjang dan memakai jubah merah, aku melihatnya sedang mengetuk atau menggedor pintu rumahku karena getaran yang dirasakan oleh pintuku cukup kencang.

Aku menghela nafas dan mencoba tenang, mungkin saja dia hanya ingin berkunjung atau mungkin saja dia tersasar jadi butuh bantuan untuk keluar dari sini. Lalu aku membuka pintu, tersenyum sambil menyapanyanya. Kulihat dia diam seribu kata sambil menatapku tajam dengan mulut menganga.

Aku tidak tahu ada apa dengannya, jadi aku mencoba mempersilahkan untuk masuk. Tapi permpuan muda itu tetap tidak ingin memasuki rumahku, aku menghembuskan nafas pelan dan menggiringnya pelan masuk ke dalam. Lalu kududukkan dia di kursi, kulihat perempuan itu menunduk terus sambil meletakkan keranjangnya di atas meja lalu suasana menjadi hening.

Aku merasa sangat bosan karenanya, jadi aku mencoba berbincang dengannya. Awalnya dia takut untuk berbincang denganku karena suaraku seperti suara hewan buas, jadi aku coba menenangkan diri dan berbicara layaknya seorang pria bukan sebagai seekor hewan.

Akhirnya dia mau berbincang denganku, di tengah perbincangan tiba tiba saja dia nyeletuk sesuatu,

“Oya apakah kamu melihat nenekku? Tadi aku melihat sedang dibawa makhluk besar sepertimu ke dalam hutan.”
Begitulah yang kudengar dari ucapannya, aku hanya menggeleng dan bilang kepadanya,

“Mungkin kamu salah orang soalnya sedari tadi aku masih di dalam rumahku” ujarku kepadanya.

Setelah aku mengucapkan hal tersebut, dia beranjak dan meminta maaf bahwa sudah menganggukum, lalu dia pamit kepadaku untuk kembali ke rumahnya. Di saat yang bersamaan, tiba tiba saja petir menggelegar dan hujan deras datang lagi. Aku tersenyum dalam hati dan memegang tangannya.

“Kenapa kamu tidak beristirahat saja disini, diluar masih hujan deras” ujarku sambil memeluk perempuan muda itu.

Perempuan itu sepertinya terkejut ketika aku memeluknya, tanpa sadar aku mengucapkan kata yang tidak mungkin diucapkan oleh keluargaku.

“Aku jatuh cinta padamu, maukah kamu menemaniku disini … aku butuh kasih sayang.” Ucapku padanya sambil mengeluskan kepalaku di lehernya.

Lalu perempuan itu memintaku untuk membuka pelukanku, setelah aku membuka pelukanku, dia berbalik badan dan menatapku lalu menciumku. Dia tersenyum dan menerimaku, aku senang mendengarnya dan akhirnya dia menemaniku selama 3 tahun, di tahun kedua aku menikahinya dengan menggunakan adat istiadat keluargaku.

Beberapa tahun kemudian, istriku tidak tinggal bersamaku melainkan dia tinggal di bukit seberang bersama anaknya yang manusia. Kudengar dia sudah tua dan menginginkan tempat yang sejuk jadi aku menyarankannya untuk beristirahat di bukit seberang. Sudah sangat lama aku tidak bersama istriku jadi aku melupakannya dan berpikir bahwa istriku sudah meninggal dunia.

Dengan lesu karena mulai bosan sendirian di rumah, aku mulai berjalan jalan mengitari hutan, gunung dan bukit lalu beristirahat di bawah pohon untuk menahan lapar yang sangat pedih. Beberapa menit kemudian aku mendengar suara anak perempuan, aku bangun dari istirahatku lalu mengintip dari balik semak.

Anak perempuan itu sangat cantik, suaranya indah dan matanya yang biru seperti langit. Ntah mengapa ketika melihat anak itu aku teringat seseorang, tapi aku tidak tahu siapa karena itu sudah sangat lama. Laparku mulai mengamuk dan aku tidak tahan, aku menggeram hingga membuat anak itu terkejut dan ketakutan ketika melihat sosokku.

Aku menatapnya dengan pandangan yang lapar dan haus darah, serta air liur yang mengalir dari mulutku, kulihat dia masih diam terpaku melihatku. Aku melompat ke arahnya bersamaan dengan teriakannya yang tiba tiba, aku tidak menghiraukan teriakannya setelah menerkamnya lalu kugigit lehernya dan mengoyak badan bagian atasnya hingga darah berceceran dimana mana, anak itu kudengar masih berteriak meski pelan karena menahan sakit.

Tapi tidak berapa lama anak itu mulai menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah aku memakan dan mengoyak bagian perut dan dada beserta organ dalamnya. Beberapa menit kemudian entah kenapa aku masih merasakan lapar, apa mungkin karena anak yang kumakan porsinya terlalu kecil untukku. Sebelum pergi aku menarik jubah yang berlumuran darah yang sebelumnya dipakai anak itu dan kusimpan di tas pinggangku. Lalu aku mengikuti jalan setapak yang dilewati oleh anak tadi. Beberapa jam kemudia aku sampai di halaman rumah yang sudah tua, aku memasuki halaman rumah tua itu dan melihat 3 ekor babi di depanku, aku melihat mereka sepertinya ketakutan melihatku lalu meng“oink” dan berlari kesana kemari.

Awalnya aku tidak ingin makan mereka karena porsinya masih bisa dianggap kecil, tapi karena godaan bau daging dari mereka, akhirnya aku mengejar, menerkam dan memakan mereka satu persatu. Setelah makan ketiga babi itu, ternyata perutku masih belum kenyang jadi aku memasuki rumah tua itu, dan tiba tiba saja di depanku sudah berdiri nenek dengan shotgun yang diarahkan ke arahku.

Dor!!

Aku meresakan kehangatan di perut kiriku, dan tiba tiba saja aku memuntahkan darah. Aku menggeram sakit sekaligus marah kepada nenek itu, lalu aku berlari ke arah nenek itu dan ingin membunuhnya, kecepatan lariku balapan dengan kecepatan lontaran peluru shotgun.

Tangan kiriku terputus terkena tembakan, aku meringis dan melupakannya lalu melompat ke nenek itu dan menggigit lehernya sekaligus mencakar tubuh bagian depannya hingga memuncratkan darah yang cukup banyak. Nenek itu tersungkur ke tanah sambil menatapku dan mengarahkan shotgun-nya lagi ke arahku. Akum akin marah dan beringas, lalu melempar shotgun yang dia gunakan dengan tangan kananku, hingga tangan kanan yang memegang shotgun itu terlepas bersamaan.

Dia tersenyum lagi dan berkata,

“Sayangku, lama tidak berjumpa … kalau kamu lapar makan saja diriku seperti saat kamu membohongiku bahwa ternyata kamu memakan nenekku beberapa tahun yang lalu.”

Setelah nenek itu mengucapkan hal tersebut, dia menghembuskan nafas terakhirnya. Aku melihatnya sudah tidak bergerak, lalu aku terdiam dan melihat apa yang sudah kulakukan sebelumnya, aku menangis dengan mengaum pelan setelah tahu bahwa yang kubunuh adalah istriku sendiri. Aku berdiri dari jasadnya yang sudah tergeletak di lantai, lalu aku berjalan jalan ke sekitar rumahnya, aku bisa melihat coretan coretan kebenciannya padaku di tahun tuanya serta aku juga bisa melihat foto kebersamaan ketika dia belum mengetahui bahwa akulah yang mebunuh neneknya.

Akhirnya aku beranjak dari rumahnya dan keluar dari rumahnya dengan terhuyung huyung sambil menahan sakit yang berlebihan khusunya di bagian perutku. Pandanganku makin lama makin buyar, aku sudah tidak tahu akan pergi kemana. Aku jatuh tersungkur ke tanah dan melihat istri serta anakku, tapi di lain tempat aku juga melihat nenek yang pernah kutolong memeluk mereka, dan mereka tersenyum melihatku lalu mengajakku pulang ke rumah.

Aku tersenyum bahagia dan mengikuti mereka hingga aku tidak bisa merasakan sakit yang sedang merajalela di tubuhku.

Posting Komentar

Request Artikel bisa di lakukan di Komentar ini maupun Fanspage

Lebih baru Lebih lama